Rabu, 31 Desember 2014

Adab berdoa bag. III

 Di antara adab berdoa adalah :
•    Memilih do'a-do'a yang jami' (do'a dengan kata yang sedikit namun mengandung makna yang banyak. Pen.) dan baik.
•    Seseorang dianjurkan berdo'a dengan memulai dari dirinya:
 
                      
رَبَّنَا اغْـفِرْلَنَا وَِلإِخْوَاِننَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ
"Ya Tuhan kami ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan keimanan."  Dan Rasulullah صلى الله عليه و سلم jika menyebut nama seseorang dan berdo'a baginya, beliau memulainya dengan berdo'a untuk dirinya.

Selasa, 30 Desember 2014

Biografi singkat Umar bin Khatthab رضي الله عنه

 

Khalifah ar-Rasyidin

'Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu (wafat 23 H)

Nasab dan Ciri Fisiknya

Nama lengkapnya adalah Umar bin Khaththab bin Nufail bin Abdul Izzy bin Rabah bin Qirath bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin Luay al-Quraisy al-‘Adawy. Bertemu silisilah/ keturunan dengan Rasulullah صلى الله عليه و سلم di Murrah bin Ka’ab.Terkadang dipanggil dengan Abu Hafash dan digelari dengan al-Faruq. Ibunya bernama Hantimah binti Hasyim bin al-Muqhirah al-Makhzumiyah.


Ia adalah seseorang yang berperawakan tinggi, kepala bagian depannya plontos, selalu bekerja dengan kedua tangannya, matanya hitam, dan kulitnya kuning. Ada pula yang mengatakan kulitnya putih hingga kemerah-merahan. Giginya putih bersih dan mengkilat. Selalu mewarnai janggutnya dan merapikan rambutnya dengan inai (daun pacar) (Thabaqat Ibnu Saad, 3: 324).
Amirul mukminin Umar bin Khattab adalah seorang yang sangat rendah hati dan sederhana, namun ketegasannya dalam permasalahan agama adalah ciri khas yang kental melekat padanya. Ia suka menambal bajunya dengan kulit, dan terkadang membawa ember di pundaknya, akan tetapi sama sekali tak menghilangkan ketinggian wibawanya. Kendaraannya adalah keledai tak berpelana, hingga membuat heran pastur Jerusalem saat berjumpa dengannya. Umar jarang tertawa dan bercanda, di cincinnya terdapat tulisan “Cukuplah kematian menjadi peringatan bagimu hai Umar.”

Awal Keislamanya.

Umar masuk Islam ketika para penganut Islam kurang lebih sekitar 40 (empat puluh) orang terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Imam Tirmidzi, Imam Thabrani dan Hakim telah meriwayatkan dengan riwayat yang sama bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam telah berdo’a,” Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai diantara kedua orang ini, yaitu Umar bin al-Khaththab atau Abu Jahal ‘Amr bin Hisyam.”.

Berkenaan dengan masuknya Umar bin al-Khaththab ke dalam Islam yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad yang diungkap oleh Imam Suyuti dalam kitab “ Tarikh al-Khulafa’ ar-Rasyidin” sebagai berikut:

Anas bin Malik berkata:” Pada suatu hari Umar keluar sambil menyandang pedangnya, lalu Bani Zahrah bertanya” Wahai Umar, hendak kemana engkau?,” maka Umar menjawab, “ Aku hendak membunuh Muhammad.” Selanjutnya orang tadi bertanya:” Bagaimana dengan perdamaian yang telah dibuat antara Bani Hasyim dengan Bani Zuhrah, sementara engkau hendak membunuh Muhammad”. Lalu orang tadi berkata,” Tidak kau tahu bahwa adikmu dan saudara iparmu telah meninggalkan agamamu”. Kemudian Umar pergi menuju rumah adiknya dilihatnya adik dan iparnya sedang membaca lembaran Al-Quran, lalu Umar berkata, “barangkali keduanya benar telah berpindah agama”,. Maka Umar melompat dan menginjaknya dengan keras, lalu adiknya (Fathimah binti Khaththab) datang mendorong Umar, tetapi Umar menamparnya dengan keras sehingga muka adiknya mengeluarkan darah.
Kemudian Umar berkata: “Berikan lembaran (al-Quran) itu kepadaku, aku ingin membacanya”, maka adiknya berkata.” Kamu itu dalam keadaan najis tidak boleh menyentuhnya kecuali kamu dalam keadaan suci, kalau engaku ingin tahu maka mandilah (berwudhulah/bersuci).”. Lalu Umar berdiri dan mandi (bersuci) kemudian membaca lembaran (al-Quran) tersebut yaitu surat Thaha sampai ayat,
” Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dirikanlah Shalat untuk mengingatku.” (Qs.Thaha:14).
Setelah itu Umar berkata,” Bawalah aku menemui Muhammad.”. Mendengar perkataan Umar tersebut langsung Khabbab keluar dari sembunyianya seraya berkata:”Wahai Umar, aku merasa bahagia, aku harap do’a yang dipanjatkan Nabi pada malam kamis menjadi kenyataan, Ia (Nabi) berdo’a “Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai diantara kedua orang ini, yaitu Umar bin al-Khaththab atau Abu Jahal ‘Amr bin Hisyam.”. Lalu Umar berangkat menuju tempat Muhammad Shallallahu alaihi wassalam, didepan pintu berdiri Hamzah, Thalhah dan sahabat lainnya. Lalu Hamzah seraya berkata,” jika Allah menghendaki kebaikan baginya, niscaya dia akan masuk Islam, tetapi jika ada tujuan lain kita akan membunuhnya”. Lalu kemudian Umar menyatakan masuk Islam dihadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam.
Lalu bertambahlah kejayaan Islam dan Kaum Muslimin dengan masuknya Umar bin Khaththab, sebagaimana ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Mas’ud, seraya berkata,” Kejayaan kami bertambah sejak masuknya Umar.”. Umar turut serta dalam peperangan yang dilakukan bersama Rasulullah, dan tetap bertahan dalam perang Uhud bersama Rasulullah sebagaimana dijelaskan oleh Imam Suyuthi dalam “Tarikh al-Khulafa’ar Rasyidin”.

Rasulullah memberikan gelar al-Faruq kepadanya, sebagaimana ini diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dari Dzakwan, seraya dia berkata,” Aku telah bertanya kepada Aisyah, “ Siapakah yang memanggil Umar dengan nama al-Faruq?”, maka Aisyah menjawab “Rasulullah”.
Hadist Imam Bukhari dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:” Sungguh telah ada dari umat-umat sebelum kamu para pembaharu, dan jika ada pembaharu dari umatku niscaya ‘Umarlah orangnya”. Hadist ini dishahihkan oleh Imam Hakim. Demikian juga Imam Tirmidzi telah meriwayatkan dari Uqbah bin Amir bahwa Nabi bersabda,” Seandainya ada seorang Nabi setelahku, tentulah Umar bin al-Khaththab orangnya.”.

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Umar dia berkata,” Nabi telah bersabda:”Sesungguhnya Allah telah mengalirkan kebenaran melalui lidah dan hati Umar”. Anaknya Umar (Abdullah) berkata,” Apa yang pernah dikatakan oleh ayahku (Umar) tentang sesuatu maka kejadiannya seperti apa yang diperkirakan oleh ayahku”.

Keistimewaan dan Keutamaannya

- Umar رضي الله عنه adalah Penduduk Surga Yang Berjalan di Muka Bumi

Diriwayatkan dari Said bin al-Musayyib bahwa Abu Hurairah berkata, ketika kami berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Sewaktu tidur aku bermimpi seolah-olah aku sedang berada di surga. Kemudian aku melihat seorang wanita sedang berwudhu di sebuah istana (surga), maka aku pun bertanya, ‘Milik siapakah istana ini?’ Wanita-wanita yang ada di sana menjawab, ‘Milik Umar.’ Lalu aku teringat dengan kecemburuan Umar, aku pun menjauh (tidak memasuki) istana itu.” Umar radhiallahu ‘anhu menangis dan berkata, “Mana mungkin aku akan cemburu kepadamu wahai Rasulullah.”
Subhanallah! Kala Umar masih hidup di dunia bersama Rasulullah dan para sahabatnya, namun istana untuknya telah disiapkan di tanah surga.

- Mulianya Islam dengan Perantara Umar

Dalam sebuah hadisnya Rasulullah pernah mengabarkan betapa luasnya pengaruh Islam di masa Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu. Beliau bersabda,
“Aku bermimpi sedang mengulurkan timba ke dalam sebuah sumur yang ditarik dengan penggerek. Datanglah Abu Bakar mengambil air dari sumur tersebut satu atau dua timba dan dia terlihat begitu lemah menarik timba tersebut, -semoga Allah Ta’ala mengampuninya-. Setelah itu datanglah Umar bin al-Khattab mengambil air sebanyak-banyaknya. Aku tidak pernah melihat seorang pemimpin abqari (pemimpin yang begitu kuat) yang begitu gesit, sehingga setiap orang bisa minum sepuasnya dan juga memberikan minuman tersebut untuk onta-onta mereka.”
Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Kami menjadi kuat setelah Umar memeluk Islam.”

- Umar رضي الله عنه adalah Seorang yang Mendapat Ilham

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di antara orang-orang sebelum kalian terdapat sejumlah manusia yang mendapat ilham. Apabila salah seorang umatku mendapakannya, maka Umarlah orangnya.”
Zakaria bin Abi Zaidah menambahkan dari Sa’ad dari Abi Salamah dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari Bani Israil ada yang diberikan ilham walaupun mereka bukan nabi. Jika salah seorang dari umatku mendapatkannya, maka Umarlah orangnya.”

- Wibawa Umar رضي الله عنه

Dari Aisyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setan lari ketakutan jika bertemu Umar.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Umatku yang paling penyayang adalah Abu Bakar dan yang paling tegas dalam menegakkan agama Allah adalah Umar.” (HR. Tirmidzi dalam al-Manaqib, hadits no. 3791)
Demikianlah di antara keutamaan Umar bin al-Khattab yang secara langsung diucapkan dan di legitimasi oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga Allah meridhai Umar bin al-Khattab.

Keberaniannya

Riwayat dari Ibnu ‘Asakir telah meriwayatkan dari Ali, dia berkata,” Aku tidak mengetahui seorangpun yang hijrah dengan sembunyi sembunyi kecuali Umar bi al-Khaththab melakukan dengan terang terangan”. Dimana Umar seraya menyandang pedang dan busur anak panahnya di pundak lalu dia mendatangi Ka’bah dimana kaum Quraisy sedang berada di halamannya, lalu ia melakukan thawaf sebanyak 7 kali dan mengerjakan shalat 2 rakaat di maqam Ibrahim.
Kemudian ia mendatangi perkumpulan mereka satu persatu dan berkata,” Barang siapa orang yang ibunya merelakan kematiannya, anaknya menjadi yatim dan istrinya menjadi janda, maka temuilah aku di belakang lembah itu”. Kesaksian tersebut menunjukan keberanian Umar bin Khaththab Radhiyallahu’Anhu.


Wafatnya


Pada hari rabu bulan Dzulhijah tahun 23 H ia wafat, ia di tikam ketika sedang melakukan Shalat Subuh beliau di tikam oleh seorang Majusi yang bernama Abu Lu'lu'ah budak milik al-Mughirah bin Syu’bah diduga ia mendapat perintah dari kalangan Majusi. Umar dimakamkan di samping Nabi صلى الله عليه و سلم dan Abu Bakar ash Shiddiq, beliau wafat dalam usia 63 tahun.

Disalin dari Biografi Umar Ibn Khaththab dalam Tahbaqat Ibn Sa’ad, Tarikh al-Khulafa’ar Rasyidin Imam Suyuthi dan bidayah wa nihayah
Sumber : ebook Biografi para Ulama Ahli Hadist dan artikel Kisah Muslim.com

Senin, 29 Desember 2014

Perayaaan tahun baru merupakan, tasyabbuh dan bid'ah (makanya di larang mas bro,.. sekedar nasehat)


Yang ada dari merayakan tahun baru adalah meniru gaya dan perayaan orang kafir. Karena perayaan semisal itu bukanlah perayaan Islam dan tidak kita temukan di masa wahyu itu turun. Para sahabat tak pernah merayakannya. Para tabi’in tak pernah merayakannnya. Para ulama madzhab pun tak pernah menganjurkannya. Perayaan tersebut yang ada hanyalah meniru perayaan orang kafir.

Sejarah Perayaan Tahun Baru

Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM. Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh pada tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus. (Sumber: Wikipedia)

Larangan Meniru Perayaan Orang Kafir

Kalau sudah dibuktikan kalau perayaan itu hanyalah tradisi orang kafir, lalu kita dilarang tasyabbuh (meniru) tradisi mereka, maka merayakannya pun tak perlu.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ » . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ « وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ »

“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?” (HR. Bukhari no. 7319)
Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ ». قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ « فَمَنْ ».

“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang penuh lika-liku, pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim no. 2669)
An Nawawi -rahimahullah- ketika menjelaskan hadits di atas menjelaskan, “Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan dziro’ (hasta) serta lubang dhob (lubang hewan tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa tingkah laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nashroni. Yaitu kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan dalam hal kekufuran. Perkataan beliau ini adalah suatu mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini.”(Syarh Shahih Muslim, 16: 220)
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا

“Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami” (HR. Tirmidzi no. 2695. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Ibnu Taimiyah dalam kitab lainnya berkata, “Sesungguhnya tasyabbuh (meniru gaya) orang kafir secara lahiriyah mewariskan kecintaan dan kesetiaan dalam batin. Begitu pula kecintaan dalam batin mewariskan tasyabbuh secara lahiriyah. Hal ini sudah terbukti secara inderawi atau eksperimen. Sampai-sampai jika ada dua orang yang dulunya berasal dari kampung yang sama, kemudian bertemu lagi di negeri asing, pasti ada kecintaan, kesetiaan dan saling berkasih sayang. Walau dulu di negerinya sendiri tidak saling kenal atau saling terpisah.” (Iqtidha’ Ash Shirothil Mustaqim, 1: 549).
Apakah masih mau terus tasyabbuh atau meniru-niru gaya orang kafir? Kapan umat Islam punya jati diri? Kapan umat Islam mau menyatakan dirinya berbeda.
Semoga bisa berpikir, hanyalah Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Selesai disusun di Hotel Ilyas Center di kota Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 6 Rabi’ul Awwal 1436 H
Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal

sumber :
Ustadz Muhammad Abdu Tuasikal
Rumaysho.com 
Fatwa al-Imâm Ibnu Baz
Ditanya al-Imâm Ibnu Baz rahimahullâh :
”Apa arahan yang mulia tentang peringatan tahun baru dan apa pendapat anda tentangnya?”
Al-Imâm menjawab :
”Perayaan tahun baru adalah bid’ah sebagaimana dijelaskan oleh para ulama dan masuk ke dalam sabda Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam :
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

Barangsiapa mengada-adakan sesuatu di dalam urusan (agama) ini yang tidak ada tuntunannya maka tertolak.” Muttafaq ’alaihi (disepakati keshahihannya) dari hadîts ’Â`isyah radhiyallâhu ’anhâ.
Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam juga bersabda :
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

Barangsiapa yang mengamalkan suatu perbuatan yang tidak ada perintahnya dari kami maka tertolak.” Dikeluarkan oleh Imâm Muslim di dalam Shahîh-nya.
Nabî ’alaihi ash-Sholâtu was Salâm juga bersabda di tengah khuthbah jum’at :
أما بعد فإن خير الحديث كتاب الله, وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم, وشر الأمور محدثاتها وكل بدعة ضلالة

Amma Ba’du, Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitâbullâh dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallâllâhu ’alaihi wa Sallâm. Seburuk-buruk suatu perkara adalah perkara yang diada-adakan dan setiap bid’ah itu sesat.” Dikeluarkan oleh Muslim di dalam Shahîh-nya.
An-Nasâ`î menambahkan di dalam riwayatnya dengan sanad yang shahîh

وكل ضلالة في النار

Dan setiap kesesatan itu tempatnya di neraka.”
Maka wajib bagi seluruh muslim baik pria maupun wanita untuk berhati-hati dari segala bentuk bid’ah. Islâm dengan segala puji bagi Allôh telah mencukupi segala hal dan telah sempurna. Allôh Ta’âlâ berfirman :
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian dan aku sempurnakan nikmat-Ku serta Aku ridhai Islâm sebagai agama kalian.” (QS al-Mâ`idah :3)
Allôh telah menyempurnakan bagi kita agama ini segala yang disyariatkan baik berupa perintah maupun segala yang larangan dilarangnya. Manusia tidak butuh sedikitpun kepada bid’ah yang diada-adakan oleh seorangpun, baik itu bid’ah perayaan maupun selainnya.
Segala bentuk perayaan, baik itu perayaan kelahiran Nabî Shallâllâhu ’alahi wa Sallam, atau peringatan kelahiran (Abū Bakr) ash-Shiddiq, ’Umar, ’Utsmân, ’Alî, Hasan, Husain atau Fâthimah, ataupun Badawî, Syaikh ’Abdul Qadîr Jailânî, atau Fulân dan Fulânah, semuanya ini tidak ada asalnya, mungkar dan dilarang. Semua perayaan ini masuk ke dalam sabda Nabî, ”setiap bid’ah itu sesat”.
Untuk itu tidak boleh bagi kaum muslimin untuk merayakan bid’ah ini walaupun manusia mengamalkannya, karena perbuatan manusia itu bukanlah dasar syariat bagi kaum muslimin dan tidak pula qudwah (teladan) kecuali apabila selaras dengan syariat. Semua perbuatan dan keyakinan manusia harus ditimbang dengan timbang syar’î yaitu Kitâbullâh dan Sunnah Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam. Apabila selaras dengan keduanya maka diterima dan apabila menyelisihi ditolak, sebagaimana firman Allôh Ta’âlâ :
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Apabila kalian berbeda pendapat tentang sesuatu hal maka kembalikanlah kepada Allôh (Kitâbullâh) dan Rasūl (hadîts) apabila kalian beriman kepada Allôh dan hari akhir. Yang demikian ini adalah lebih baik akibatnya.”
Semoga Allôh memberikan taufiq dan petunjuk-Nya kepada semuanya ke jalan-Nya yang lurus.
[Fatâwâ Nūr ’alad Darb; kaset no.1]

Kesimpulan
Tidak ragu lagi, dari ulasan singkat dan sederhana di atas, bahwa perayaan Tahun Baru, maupun perayaan-perayaan lainnya yang tidak ada tuntunannya, merupakan :
  1. Bid’ah di dalam agama setelah Allôh menyempurnakannya.
  2. Menyerupai orang kuffâr di dalam perayaan mereka.
  3. Turut menghidupkan syiar dan mengagungkan agama kaum kuffâr.
Allôhu a’lam bish Showâb.

Sumber artikel :
abusalma.wordpress.com

Minggu, 28 Desember 2014

Mutiara Sayyidul Istighfar


Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan sayyidul istighfar..
Allahumma anta Rabbi.. Laa ilaaha illa anta kholaqtani..
Sampai: abuu laka bini’matika ‘alayya wa abuu bidzanbii..
Aku kembali kepadaMu dengan kenikmatanMu kepadaku..
Dan aku kembali dengan membawa dosaku..
Renungkanlah..
Menyaksikan Nikmat..
Pengakuan Dosa..
Sebuah mutiara yang amat berharga..
Syaikhul Islam ibnu Taimiyah berkata..
Seorang hamba berjalan kepada Allah antara menyaksikan ni’mat dan melihat aib diri..
Menyaksikan ni’mat menimbulkan cinta, pujian dan rasa syukur..
Dan melihat aib diri menimbulkan penghinaan diri, ketundukan dan taubat..
(Shahih Al Wabil Ash Shayyib hal 16-17).
Ustadz Badru Salam  حفظه الله تعالى

Jumat, 26 Desember 2014

54 soal jawab aqidah, soal 31-43

31.    Bolehkah kita bersumpah dengan selain Allah ?

Tidak, kita tidak boleh bersumpah dengan selain Allah.
Sebagaimana firman Allah عزّوجلّ :

قُلْ بَلَى وَرَبِّيْ لَتُبْعَثُنَّ  
 
Katakanlah:” Tidak demikian, Demi Tuhanku, benar-benar kamu akan di bangkitkan.  (At-Taghaabun :  7)
Dan Sabda Rasulullah صلي الله عليه وسلم :

مَنْ حَلَفَ بِغَ يِر اللهِ فَقَدْ أَشْرَكَ    
 
Barang siapa bersumpah dengan selain Allah maka dia telah berbuat kesyirikan. (HR  Ahmad.)

32.    Bolehkah kita memakai  Azimat (dan semisalnya) untuk menyembuhkan ?
Tidak, kita tidak boleh memakai  Azimat (dan semisalnya) untuk menyembuhkan, karena itu termasuk perbuatan syirik
Sebagaimana firman Allah عزّوجلّ :

وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَ هُوَ
 
Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kapadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri.  (Al- An’am : 17)
Dan Sabda Rasulullah صلي الله عليه وسلم :

مَنْ عَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ   
 
Barang siapa yang memakai Azimat maka dia telah berbuat syirik. (HR. Ahmad).

33.    Dengan apa kita bertawassul kepada Allah عزّوجلّ?

Kita bertawassul kepada Allah dengan nama-nama-Nya , sifat-sifat-Nya, dan amal shaleh (yang kita lakukan. Pent)
Sebagaimana firman Allah عزّوجلّ :

وَلِلَّهِ أَسْمَاءُ الْحُسْنَ فَادْعُوْهُ بِهَا   
 
Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asma-ul husna itu. (Al A’raaf   : 180)
Dan Sabda Rasulullah صلي الله عليه وسلم :

أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ   
 
Aku memohon kepada-Mu dengan setiap nama-Mu yang engkau jadikan nama bagi-Mu. ( HR. Ahmad).

34.    Apakah (dalam berdo’a) butuh perantaraan makhluk ?
Tidak, dalam berdo’a tidak butuh perantaraan makhluk.
Sebagaimana firman Allah عزّوجلّ :

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَإِنِّيْ قَرِيْبٌ أَجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِيْ  
 
Dan apabila hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka( jawablah), Bahwaanya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orangh yang berdo’a apabila memohon kepada-Ku. (Al- Baqarah : 186).
Dan Sabda Rasullullah صلي الله عليه وسلم :

إِنَّكُمْ تَدْعُوْنَ سَمِيْعًا قَرِيْبًا وَهُوَ مَعَكُمْ  ((بِعِلْمِهِ
(( يَسْمَعَكُمْ وَيَرَاكُمْ 
 
Sesungguhnya kalian berdo’a memohon kepada tuhan yang maha mendegar lagi maha dekat dan Dia menyertai kalian.((dengan  ilmu-Nya mendengar dan melihat kalian)).( HR. Muslim).

35.    Apa perantaraan yang dilakukan Rasul صلي الله عليه وسلم ?
Perantaraan yang dilakukan Rasul صلي الله عليه وسلم adalah tabliqh (menyampaikan wahyu kepada manusia).
Sebagaimana firman Allah عزّوجلّ :

يَا أَيُّهَا الرَّسُوْلُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ  
 
Hai Rasul sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari tuhanmu. (Al-Maaidah : 67).
Dan Sabda Rasulullah صلي الله عليه وسلم :

اَللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ اَللَّهُمَّ اشْهَدْ(جوابا لقول الصحابة
  ("نشهد أنك قد بلغت "                  
 
Ya Allah bukankah saya telah menyampaikan? , ya Allah saksikan lah .((Ini merupakan jawaban dari perkataan sahabat رضي الله عنهم “kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan”)) (HR. Muslim).

36.    Dari siapa kita meminta syafaat Rasulullah صلي الله عليه وسلم ?
Kita meminta syafaat Rasulullah صلي الله عليه وسلم dari Allah عزّوجلّ .
Sebagaimana firman Allah عزّوجلّ :

قُلْ ِللهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيْعًا  
 
Katakanlah :“hanya kepunyaan Allah Syafaat itu semuanya.  (Az Zumar: 44)
Dan Sabda Rasulullah صلي الله عليه وسلم :

اَللَّهُمَّ شَفِّعْهُ فِيَّ  ((أي شَفِّعْ الرسول صلى الله عليه وسلم
(( فِيَّ 
 
Ya Allah izinkanlah Rasulullah memberi syafaat kepada ku.  (HR. Tirmizdi).

37.    Bagaimana kita mencintai Allah عزّوجلّ dan Rasul-Nya صلي الله عليه وسلم ?
Kita mencintainya dengan menta’ati keduanya  dan melaksanakan perintah keduanya .
Sebagaimana firman Allah عزّوجلّ :

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللهُ
 
Katakan:” jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi.  (Ali Imran : 31)
Dan Sabda Rasulullah صلي الله عليه وسلم :

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ  
 
Tidaklah beriman salah seorang diantara kamu sehingga saya lebih mereka cintai dari pada orang tua nya, anaknya, dan manusia seluruhnya.  (HR. Bukhari).

38.    Bolehkah kita berlebihan dalam menyanjung Rasulullah صلي الله عليه وسلم  ?
Tidak, kita tidak dibolehkah berlebihan dalam menyanjung Rasulullah صلي الله عليه وسلم 
Sebagaimana firman Allah عزّوجلّ :

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوْحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ         
 
Katakanlah:”Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku : “bahwa sesungguhnya tuhan kamu itu adalah tuhan yang Esa”.  (Al Kahfi : 110)

Dan Sabda Rasulullah صلي الله عليه وسلم :

   (( إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ  ((خصني الله بالوحي
 
Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kalian.  ((hanya saja Allah menurunkan wahyu kapadaku)) (HR. Ahmad  disahihkan Al Albani) 

39.    Makhluk Apakah yang pertama kali di ciptakan Allah عزّوجلّ ?
Mahluk yang pertama kali di ciptakan Allah عزّوجلّ dari golongan manusia adalah Adam عليه السلام, dan dari sekalian makhluk adalah  qalam (pena).
Sebagaimana firman Allah عزّوجلّ :

إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّيْ خَالِقٌ بَشَرً مِنْ طِينٍ
 
(ingatlah) ketika tuhanmu berfirman kepada malaikat: “sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah.  (Shad : 71)
Dan Sabda Rasulullah صلي الله عليه وسلم :

إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللهُ الْقَلَمَ     
 
Sesungguhnya yang pertama kali diciptakan Allah adalah Alqalam(pena).   (HR. Abu Daud dan Tirmizdi).



40.    Apakah penciptaan Muhammad صلي الله عليه وسلم dari cahaya, atau dari nutfah(sperma) ?

Penciptaan Muhammad صلي الله عليه وسلم dari nutfah (sperma seperti manusia biasa. pent ).
Sebagaimana firman Allah عزّوجلّ :

هُوَ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ    
 
Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes air mani.  (Al ghafir /al mu’min) : 67).
Dan Sabda Rasulullah صلي الله عليه وسلم :

إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِيْ بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا نُطْفَةً     
 
Sesungguhnya setiap orang kamu diproses penciptaannya didalam perut ibunya selama empat puluh hari sebagai nuthfah (sperma) .  (Muttafaq ‘alaihi) 

41.    Apakah hukum jihad fisabilillah ?

Jihad hukumnya wajib, dengan harta, jiwa dan lisan.
Sebagaimana firman Allah عزّوجلّ :

اِنْفِرُوْا خِفَافًا وَثِقَالاً وَجَاهِدُوْا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ  
 
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan ringan ataupun berat dan berjihadlah dengan harta dan dirimu.  (At Taubah :  41)
Dan Sabda Rasulullah صلي الله عليه وسلم :

جَاهِدُوْا الْمُشْرِكِيْنَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ   
 
Perangilah orang-orang musyrikin itu dengan hartamu, jiwamu, dan lidahmu.  (HR. Abu Daud)

42.    Apa yang dimaksud wala’ (loyal) kepada Orang mukmin ?

Yaitu mencintai, membela, serta menolong mereka yang beriman lagi bertauhid.
Sebagaimana firman Allah عزّوجلّ :

وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ   
 
Dan orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. (At-Taubah : 71).
Dan Sabda Rasulullah صلي الله عليه وسلم :

اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُمْ بَعْضًا  
 
Seorang mukmin terhadap mukmin yang lainnya bagaikan bangunan satu sama lainnya saling menguatkan.  (HR. Muslim)

43.    Bolehkah berwala’ (berloyal) kepada orang kafir dan membela mereka ?
Tidak, tidak boleh berwala’ (berloyal) kepada orang kafir dan tidak pula membela mereka.
Sebagaimana firman Allah عزّوجلّ :

وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ   
 
Barang siapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.  (Al maaidah : 51).
Dan Sabda Rasulullah صلي الله عليه وسلم :

إِنَّ اَلَ بَنِيْ فُلاَنٍ لَيْسَ وَالِي بِأَوْلِيَاءٍ   
 
Sesungguhnya bani (marga) si pulan itu bukanlah para waliku.  (Mutafaqun ‘alaihi).




Sumber :
54 Soal Jawab Aqidah
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

Mengenal Tauhid dan pembagiannya

 TAUHID

Tauhid, yaitu seorang hamba meyakini bahwa Allah سبحان الله و تعلى adalah Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam rububiyah (ketuhanan), uluhiyah (ibadah), Asma` dan Sifat-Nya.
Urgensi Tauhid : 
Seorang hamba meyakini dan mengakui bahwa Allah سبحان الله و تعلى semata, Rabb (Tuhan) segala sesuatu dan rajanya. Sesungguhnya hanya Dia yang Maha Pencipta, Maha Pengatur alam semesta. Hanya Dia lah yang berhak disembah, tiada sekutu bagiNya. Dan setiap yang disembah selain-Nya adalah batil. Sesungguhnya Dia سبحان الله و تعلى bersifat dengan segala sifat kesempurnaan, Maha Suci dari segala aib dan kekurangan. Dia سبحان الله و تعلى mempunyai nama-nama yang indah dan sifat-sifat yang tinggi.


 PEMBAGIAN TAUHID

Tauhid yang didakwahkan oleh para rasul dan diturunkan kitab-kitab karenanya ada dua :

1. Tauhid dalam pengenalan dan penetapan, dan dinamakan dengan Tauhid Rububiyah dan Tauhid Asma dan Sifat. Yaitu menetapkan hakekat zat Rabb سبحان الله و تعلى dan mentauhidkan (mengesakan) Allah سبحان الله و تعلى dengan asma (nama), sifat, dan perbuatan-Nya.
Pengertiannya: seorang hamba meyakini dan mengakui bahwa Allah سبحان الله و تعلى sematalah Rabb yang Menciptakan, Memiliki, Membolak-balikan, Mengatur alam ini, yang sempurna pada zat, Asma dan Sifat-sifat, serta perbuatan-Nya, Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, Yang Meliputi segala sesuatu, di Tangan-Nya kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dia سبحان الله و تعلى mempunyai asma' (nama-nama) yang indah dan sifat yang tinggi : 

لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَيۡءٞۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ  الشورى: ١١ 

Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Asy-Sura:11)

2. Tauhid dalam tujuan dan permintaan/permohonan, dinamakan tauhid uluhiyah dan ibadah, yaitu mengesakan Allah سبحان الله و تعلى dengan semua jenis ibadah, seperti: doa, shalat, takut, mengharap, dll.
    Pengertiannya: Seorang hamba meyakini dan mengakui bahwa Allah سبحان الله و تعلى saja yang memiliki hak uluhiyah terhadap semua makhlukNya. Hanya Dia سبحان الله و تعلى yang berhak untuk disembah, bukan yang lain. Karena itu tidak diperbolehkan untuk memberikan salah satu dari jenis ibadah seperti : berdoa, shalat, meminta tolong, tawakkal, takut, mengharap, menyembelih, bernazar dan semisalnya  melainkan hanya untuk Allah سبحان الله و تعلى semata. Siapa yang memalingkan sebagian dari ibadah ini kepada selain Allah سبحان الله و تعلى maka dia adalah seorang musyrik lagi kafir. Firman Allah سبحان الله و تعلى :

وَمَن يَدۡعُ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ لَا بُرۡهَٰنَ لَهُۥ بِهِۦ فَإِنَّمَا حِسَابُهُۥ عِندَ رَبِّهِۦٓۚ إِنَّهُۥ لَا يُفۡلِحُ ٱلۡكَٰفِرُونَ  المؤمنون : ١١٧ 

Siapa menyembah ilah yang lain selain Allah سبحان الله و تعلى, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tidak akan beruntung. (QS. Al-Mukminun:117)

Tauhid Uluhiyah atau Tauhid Ibadah; kebanyakan manusia mengingkari tauhid ini. Oleh sebab itulah Allah سبحان الله و تعلى mengutus para rasul kepada umat manusia, dan menurunkan kitab-kitab kepada mereka, agar mereka beribadah kepada Allah سبحان الله و تعلى saja dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya.
1. Firman Allah سبحان الله و تعلى : 

[ وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِيٓ إِلَيۡهِ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعۡبُدُونِ   [الانبياء: ٢٥ 
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya:"Bahwasanya tidak ada Ilah (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (QS. Al-Anbiya` :25)

2. Firman Allah سبحان الله و تعلى : 

[ وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِي كُلِّ أُمَّةٖ رَّسُولًا أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْ ٱلطَّٰغُوتَۖ  [النحل: ٣٦ 

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):"Sembahlah Allah سبحان الله و تعلى (saja), dan jauhilah Thaghut itu",…. (QS. An-Nahl :36)

Hakekat dan Inti Tauhid :

Hakekat dan inti tauhid adalah agar manusia memandang bahwa semua perkara berasal dari Allah سبحان الله و تعلى, dan  pandangan ini membuatnya tidak menoleh kepada selainNya سبحان الله و تعلى tanpa sebab atau perantara. Seseorang  melihat yang baik dan buruk, yang berguna dan yang berbahaya dan semisalnya, semuanya  berasal dariNya سبحان الله و تعلى. Seseorang menyembahNya dengan ibadah yang mengesakanNya dengan ibadah itu dan tidak menyembah kepada yang lain.

Buah Hakekat Iman :  

Seseorang hanya boleh tawakkal  kepada Allah سبحان الله و تعلى semata, tidak memohon kepada makhluk serta tidak memperdulikan celaan mereka. Ia ridha kepada Allah سبحان الله و تعلى, mencintaiNya dan tunduk kepada hukumNya.
Tauhid Rububiyah diakui manusia dengan naluri fitrahnya dan pemikirannya terhadap alam semesta. Tetapi sekedar mengakui saja tidaklah cukup untuk beriman kepada Allah سبحان الله و تعلى dan selamat dari siksa. Sungguh iblis telah mengakuinya, juga orang-orang musyrik, namun tidak ada gunanya bagi mereka. Karena mereka tidak mengakui tauhid ibadah kepada Allah سبحان الله و تعلى semata.
    Siapa yang mengakui Tauhid Rububiyah saja, niscaya dia bukanlah seorang yang bertauhid dan bukan pula seorang muslim, serta tidak dihormati/diharamkan darah dan hartanya sampai dia mengakui dan menjalankan Tauhid Uluhiyah. Sehingga dia bersaksi bahwa tidak Ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah سبحان الله و تعلى semata, tidak ada sekutu bagiNya. Dan dia mengakui hanya Allah سبحان الله و تعلى saja yang berhak disembah, bukan yang lainnya. dan konsekuensinya adalah hanya beribadah kepada Allah سبحان الله و تعلى saja, tidak ada sekutu bagiNya.

Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah memiliki ketergantungan satu sama lain :

1.    Tauhid Rububiyah mengharuskan kepada Tauhid Uluhiyah. Siapa yang mengakui bahwa Allah سبحان الله و تعلى Maha Esa, Dia lah Rabb, Pencipta, Yang Memiliki, dan yang memberi rizki niscaya mengharuskan dia mengakui bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah سبحان الله و تعلى. Maka dia tidak boleh berdoa melainkan hanya kepada Allah سبحان الله و تعلى, tidak meminta tolong kecuali kepadaNya, tidak bertawakkal kecuali kepadaNya. Dia tidak memalingkan sesuatu dari jenis ibadah kecuali hanya kepada Allah سبحان الله و تعلى semata, bukan kepada yang lainnya. Tauhid uluhiyah mengharuskan bagi tauhid rububiyah agar setiap orang hanya menyembah Allah سبحان الله و تعلى saja, tidak menyekutukan sesuatu dengannya. Dia harus meyakini bahwa Allah سبحان الله و تعلى adalah Rabb-Nya, Penciptanya, dan pemiliknya
2.    Tauhid Rububiyah dan Uluhiyah terkadang disebutkan secara bersama-sama, akan tetapi keduanya mempunyai pengertian berbeda. Makna Rabb adalah yang memiliki dan yang mengatur dan sedangkan makna ilah adalah yang disembah dengan sebenarnya, yang berhak untuk disembah, dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Seperti firman Allah سبحان الله و تعلى :

[ قُلۡ أَعُوذُ بِرَبِّ ٱلنَّاسِ ١ مَلِكِ ٱلنَّاسِ ٢ إِلَٰهِ ٱلنَّاسِ ٣  [الناس:   ١- ٣ 
Katakanlah:"Aku berlindung kepada Rabb manusia. Raja manusia. Sembahan manusia"  (QS. An-Naas: 1-3)
Dan terkadang keduannya disebutkan secara terpisah, maka keduanya mempunyai pengertian yang sama, seperti firman Allah سبحان الله و تعلى : 

 قُلۡ أَغَيۡرَ ٱللَّهِ أَبۡغِي رَبّٗا .... الانعام: ١٦٤ 

Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Rabb selain Allah, …". (QS. An-An'aam:164)

Keutamaan Tauhid :

1. Firman Allah سبحان الله و تعلى :

[ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَلَمۡ يَلۡبِسُوٓاْ إِيمَٰنَهُم بِظُلۡمٍ أُوْلَٰٓئِكَ لَهُمُ ٱلۡأَمۡنُ وَهُم مُّهۡتَدُونَ   [الانعام: ٨٢ 

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-An'aam: 82)
2. Dari 'Ubadah bin ash-Shamit  رضي الله عنه, bahwasanya Nabi صلى الله عليه و سلم bersabda, "Siapa yang bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah سبحان الله و تعلى. Tiada sekutu bagi-Nya. Dan sesungguhnya Muhammad صلى الله عليه و سلم adalah hamba dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Isa adalah hamba dan Rasul-Nya, serta kalimah-Nya yang diberikan-Nya kepada Maryam dan Ruh dari-Nya. Dan (siapa yang bersaksi dan meyakini bahwa) surga adalah benar, neraka adalah benar, niscaya Allah سبحان الله و تعلى memasukkannya ke dalam surga berdasarkan amal yang telah ada". Muttafaqun 'alaih. 
3. Dari Anas bin Malik  رضي الله عنه, ia berkata, "Saya mendengar Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda, 'Allah سبحان الله و تعلى berfirman, 'Wahai keturunan Adam, selama kamu berdoa dan mengharap kepada-Ku, niscaya Kuampuni semua dosa kalian dan Aku tidak perduli (sebanyak apapun dosanya). Wahai keturunan Adam, jika dosamu telah sama ke atas langit, kemudian engkau meminta ampun kepada-Ku, niscaya Kuampuni dan Aku tidak perduli (sebanyak apapun dosamu). Wahai keturunan Adam, jika engkau datang kepadanya dengan kesalahan sepenuh bumi, kemudian engkau datang menemui-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan sesuatupun dengan-Ku, niscaya Aku datang kepadamu dengan ampunan sepenuhnya (bumi)." HR. at-Tirmidzi.


Balasan Ahli Tauhid :

Firman Allah سبحان الله و تعلى 
:
 وَبَشِّرِ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أَنَّ لَهُمۡ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُۖ كُلَّمَا رُزِقُواْ مِنۡهَا مِن ثَمَرَةٖ رِّزۡقٗا قَالُواْ هَٰذَا ٱلَّذِي رُزِقۡنَا مِن قَبۡلُۖ وَأُتُواْ بِهِۦ مُتَشَٰبِهٗاۖ وَلَهُمۡ فِيهَآ أَزۡوَٰجٞ مُّطَهَّرَةٞۖ وَهُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ   البقرة :٢٥ 

Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan:"Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu". Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah: 25)

2. Dari Jabir رضي الله عنه, ia berkata, "Seorang laki-laki datang kepada Nabi صلى الله عليه و سلم seraya berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah dua perkara yang bisa dipastikan?' Beliau menjawab, 'Siapa yang meninggal dunia dan keadaan tidak menyekutukan sesuatupun dengan Allah سبحان الله و تعلى niscaya dia masuk dan siapa yang meninggal dunia dalam keadaan menyekutukan sesuatu dengan Allah سبحان الله و تعلى, niscaya dia masuk neraka." HR. Muslim.

Keagungan Kalimah Tauhid :

Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash رضي الله عنه, sesungguhnya Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda, "Sesungguhnya Nabi Nuh 'alaihissalam tatkala menjelang kematiannya, beliau berkata kepada anaknya, "Sesungguhnya aku menyampaikan wasiat kepadamu: Aku perintahkan kepadamu dua perkara dan melarangmu dari dua perkara. Saya perintahkan kepadamu dengan kalimat laa ilaaha illallah (Tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah). Sesungguhnya seandainya tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi diletakkan dalam  satu daun timbangan dan kalimah laa ilaaha illallah (Tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah) diletakkan pada daun timbangan yang lain, niscaya kalimat laa ilaaha illallah lebih berat. Dan jikalau tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi merupakan sebuah lingkaran yang samar, niscaya dipecahkan oleh kalimah laa ilaaha illallah dan subhanallahi wabihamdih (maha suci Allah dan dengan memujian-Nya), sesungguhnya ia merupakan inti dari semua ibadah. Dengannya makhluk diberi rizqi. Dan aku melarangmu dari perbuatan syirik dan takabur…" HR. Ahmad dan al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad.

Kesempurnaan Tauhid :

Tauhid tidak sempurna kecuali dengan beribadah hanya kepada Allah سبحان الله و تعلى semata, tiada sekutu bagi-Nya dan menjauhi thaghut, seperti firman Allah سبحان الله و تعلى :

 [وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِي كُلِّ أُمَّةٖ رَّسُولًا أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْ ٱلطَّٰغُوتَۖ  [النحل: ٣٦

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):"Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu... (QS. An-Nahl:36)

Thaghut adalah setiap perkara yang hamba melewati batas dengannya berupa sesembahan seperti berhala, atau yang diikuti seperti peramal dan para ulama jahat, atau yang ditaati seperti para pemimpin atau pemuka masyarakat yang ingkar kepada Allah سبحان الله و تعلى.

Thaghut itu sangat banyak dan intinya ada lima:
1-    Iblis, semoga Allah سبحان الله و تعلى melindungi kita darinya-,
2-    Siapa yang disembah sedangkan dia ridha,
3-    Siapa yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya,
4-    Siapa yang mengaku mengetahui yang gaib,
5-    Siapa yang berhukum kepada selain hukum Allah سبحان الله و تعلى.
 Sumber :
 
Ringkasan Fiqih Islam

Bab Tauhid dan Iman
Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri

Kamis, 25 Desember 2014

Nasehat - nasehat Rasulullah

Petuah-petuah Nabi shallallahu alaihi wasallam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
 احب الناس إلى الله أنفعهم للناس 
"Orang yang paling Allah cintai adalah yang paling bermanfaat untuk manusia."
 وأحب الأعمال إلى الله عز و جل سرور يدخله على مسلم 
" Dan amal yang paling dicintai oleh Allah Azza wa Jalla kegembiraan yang ia masukkan ke hati muslim."
 أو يكشف عنه كربة 
" Atau menghilangkan kesusahannya."
 أو يقضى عنه دينا 
" Atau membayarkan hutangnya."
 أو يطرد عنه جوعا 
"Atau mengusir kelaparannya."
 ولأن أمشي مع أخ في حاجة أحب إلي من أن أعتكف في هذا المسجد شهرا
 "Aku berjalan bersama saudaraku untuk kebutuhannya, lebih aku sukai dari pada beri'tikaf di masjid ini selama sebulan."
 ومن كف غضبه ستر الله عورته 
" Siapa yang menahan amarahnya, Allah akan menutupi aibnya."
 ومن كظم غيظه ولو شاء أن يمضيه أمضاه ملأ الله قلبه رجاء يوم القيامة 
 "Siapa yang menahan amarahnya padahal ia mampu melaksanakannya, maka Allah akan memenuhi hatinya dengan pengharapan pada hari kiamat."
 ومن مشى مع أخيه في حاجة حتى تتهيأ له أثبت الله قدمه يوم تزول الأقدام 
"Siapa yang berjalan untuk memenuhi kebutuhan saudaranya sampai terpenuhi, maka Allah akan kokohkan kakinya di hari kaki-kaki terpeleset (dalam neraka)."
 وإن سوء الخلق يفسد العمل كما يفسد الخل العسل 
"Sesungguhnya akhlak yang buruk dapat merusak amal sebagaimana cuka merusak madu." (HR Ath Thabrani dalam Al Mu'jamul Kabiir dan dihasankan oleh Syaikh Al AlBani dalam silsilah shahihah no 905)

 Ditulis oleh Ustadz Badru Salam حفظه الله

Bolehkah men-share BC materi dakwah namun tidak mengamalkannya ?

Tanya :

Bagaimana hukumnya jika kita sering menyebarkan (broadcast) materi dakwah, tetapi kita sendiri tidak mampu mengamalkan materi tersebut (na’udzubillah), atau tidak mampu menambah ketaqwaan ?

Jawab :


Bismillah. Hukum men-Broadcast (share) materi dakwah yang belum mampu kita kerjakan kepada orang lain, muslim maupun non muslim adalah amalan terpuji yang SANGAT DIANJURKAN, karena termasuk dalam bab tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, dan saling menasehati dan mengajak kepada kebenaran.
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:

وَ تَعاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَ التَّقْوى

Artinya: “Dan hendaklah kalian saling tolong menolong di atas kebaikan dan ketakwaan.” (QS. Al-Maidah: 2).
Dan juga berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (yang artinya) :
 “Orang yg menunjukkan (orang lain) kepada kebaikan, maka ia (mendapatkan pahala) seperti orang yang mengerjakan kebaikan itu.”
Dan juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (yang artinya) :
“Sungguh Allah memberikan hidayah kepada satu orang saja melalui tanganmu, (pahalanya) itu lebih baik bagimu daripada onta merah.”
Sebagai contoh: ada seorang ustadz atau penuntut ilmu mengajarkan atau men-broadcast materi dakwah tentang tata cara haji dan umroh sesuai sunnah Nabi, atau tentang keutamaan tahajjud, puasa daud, senin dan kamis, atau kurban, lalu materi tersebut diamalkan oleh orang yang mendengarkannya atau membacanya, maka orang yang mengajarkannya dan juga ikut serta men-broadcastnya mendapatkan pahala sebagaimana orang yang mengamalkannya meskipun ia sendiri belum mampu mengerjakannya karena belum mampu secara badan maupun finansial.
Jadi, harus dibedakan antara kewajiban mengajarkan dan menyebarkan ilmu kebaikan dengan kewajiban mengamalkan perkara-perkara Islam yang hukumnya Wajib.
Wajibnya mengajarkan dan menyebarkan ilmu syar’i TIDAK DI SYARATKAN untuk melaksanakan semua amalan Islam yang wajib maupun yang Sunnah terlebih dahulu. Dan juga Tidak Di syaratkan untuk selamat dan bebas dari segala dosa dan maksiat. Sebab, jika di syaratkan demikian, niscaya tiada seorang pun yang mampu mengajarkan dan menyebarkan ilmu kepada orang lain. Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan. Wallahu a’lam bish-showab. Wabillahi at-Taufiq.

Di jawab : Ustadz Muhammad Wasitho, MA حفظه الله تعالى
Sumber : tanya jawab BBG Al Ilmu

Adab berdoa bag. II

Artikel ini lanjutan dari adab-adab berdoa yang di tulis oleh Syaikh Majid bin Su'ud Al-usyan, semoga bermanfaat untuk kita semua.
Di antara adab berdoa adalah :
•    Mengulangi do'a tiga kali; sebab Nabi صلى الله عليه و سلم  mengulangi do'anya tiga kali.
•    Menghadap kiblat, seperti diriwayatkan oleh Al-Bukhari bahwa Rasulullah صلى الله عليه و سلم  menghadap kiblat lalu berdo'a untuk kebinasaan kafir Quraisy.
•    Menjaga waktu-waktu yang mustajab, seperti saat sujud, di antara adzan dan iqamah, saat-saat terakhir pada hari jum'at.
•    Mengangkat tangan saat berdo'a, berdasarkan sabda Rasulullah صلى الله عليه و سلم :

إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالىَ حَيِيٌّ كَرِيْمٌ يَسْتَحِي مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهَا صِفْرًا خَائِبَيْنِ

"Sesungguhnya Tuhanmu -Yang Maha Suci dan Maha Tinggi-bersifat malu dan mulia. Dia malu jika hambaNya mengangkat tangan saat berdo'a lalu menolaknya dengan tangan hampa dan kecewa".  Dan mengusap wajah dengan kedua tangan setelah berdo'a dalam qunut witir atau yang lainnya didasarkan pada hadits yang lemah, syaikhul Islam mengatakan bahwa semua hadits tersebut tidak bisa dijadikan sebagai landasan hukum.
•    Berbakti kepada kedua orang tua adalah salah satu sebab dikabulkannya do'a, sebagaimana diceritakan dalam kisah Uais bin Amir Al-Qorni  bahwa dia seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya; sebagaimana juga diceritakan dalam kisah tiga orang yang tertahan dalam sebuah gua yang lubangnya tersumbat oleh sebuah batu besar.
•    Memperbanyak ibadah-ibadah sunnah setelah mengerjakan shalat wajib adalah salah satu sebab dikabulkannya do'a.
•    Beramal shaleh sebelum berdo'a.
•    Dianjurkan bagi seorang muslim untuk berwudhu' sebelum berdo'a, sebagaimana dijelaskan di dalam hadits riwayat Abi Musa Al-Asy'ari radhiallahu anhu bahwa Nabi صلى الله عليه و سلم  setelah selesai perang Hunain…dan disebutkan padanya: Maka beliau memerintahkan untuk mengambil air, lalu beliau berwudhu' dengannya, kemudian barulah beliau mengangkat tangan dengan mengatakan: "Ya Allah ampunilah Ubaid bin Amir", dan aku melihat putihnya kulit kedua ketiak beliau.
•    Tujuan seorang yang berdo'a harus baik, disebutkan di dalam kisah Nabi Musa Alaihis salam:

قَالََ رَبِّ اشْرَحْ ليِ صَدْرِي وَيَسِّرْليِ أَمْرِي وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي يَفْقَهُوْا قَوْليِ وَاجْعَلْ ليِ وَزِيْرًا مِنْ أَهْليِ هرُوْنَ اشْدُدْ بِهِ أَزْرِي وَأَشْرِكْهُ فِي أَمْرِي كَيْ نُسَبِّحَكَ كَثِيْرًا وَنَذْكُرَكَ كَثِيْرًا إِنَّكَ كُنْتَ بِنَا بَصِيْرً

"Berkata Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku". Dan mudahkanlah untukku urusanku, supaya mereka mengerti perkataanku. Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku. Yaitu  Harun, saudaraku.Teguhkanlah dengan dia kekuatanku. Dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku. Supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau. Dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat keadaan kami."
•    Seorang yang berdo'a harus menampakkan keluhan dan kebutuhannnya kepada Allah عزوجلّ, Allah      عزوجلّ menceritakan tentang Nabi Ya'qub alaissalam:

قَالَ إِنَّمَا أَشْكُوْ بَثِّي وَحُزْنِي إِلىَ اللهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُوْنَ

"Ya'qub menjawab: Sesungguhnya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihan dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tidak mengetahuinya."  Dan Allah menceritakan tentang       Nabi Ayyub alaissalam:

  وَأَيُّوْبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضَّـرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ

 "Dan ingatlah kissah Ayyub, ketika dia meyeru Tuhannya: "(Ya Tuhanku), sesungguhya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua yang Penyayang" . Disebutkan dalam kisah Musa عليه السلم Allah عزوجلّ berfirman:
 
                                 رَبِّ إِنيِّ لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَّي مِنْ خَيْرٍ فَقِيْرٍ

"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku".
Sumber :
  آداب الدعاء
تأليف: ماجد بن سعود آل عوشن
ترجمة: مظفر شهيد محصون
مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو
ADAB BERDOA
Penyusun : Majid bin Su'ud al-Usyan
Terjemah : Muzafar Sahidu bin Mahsun Lc.
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad

Selasa, 23 Desember 2014

Najiskah air liur kucing ?

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum
Apakah air liur kucing najis? Apakah jika kita menyentuh tubuh kucing yang basah termasuk najis? Bagaimana membersihkannya?
Terima kasih
Dari: Fulan

Jawaban:
Wa’alaikumussalam
Dari Kabsyah bintu Ka’ab bin Malik, bahwa beliau menjadi istri salah satu anak Abu Qatadah. Suatu ketika sahabat Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu datang menjenguknya, diapun menyiapkan air wudhu untuk bapak mertuanya. Tiba-tiba datang seekor kucing ingin minta minum air itu. Abu Qatadah-pun membiarkan kucing itu untuk minum. Kabsyah melihat kejadian ini keheranan. Kemudian Abu Qatadah menjelaskan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda tentang kucing:

إنها ليست بنجس، إنها من الطوافين عليكم والطوافات

Kucing itu tidak najis. Kucing adalah binatang yang sering berkeliaran di tengah-tengah kalian.” (HR. Ahmad, Nasai, Abu Daud, Turmudzi, dan dishahihkan al-Albani).
Dalam riwayat lain dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan: 

وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ بِفَضْلِهَا

Saya melihat Rasulullah berwudhu dengan air sisa minum kucing.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan al-Albani).
Ibrahim an-Nakhai mengatakan, seperti yang dinukil az-Zamakhsari:

إنما الهرة كبعض أهل البيت

Kucing itu seperti bagian dari keluarga.”
Artinya, sama sekali tidak najis badannya dan liurnya.
Dalam asy-Syarh al-Kabir untuk kitab al-Muqni’ dinyatakan:

سؤر الهرة وما دونها في الخلقة، كابن عرس، والفأرة، ونحو ذلك من حشرات الأرض طاهر، لا نعلم فيه خلافًا في المذهب: أنه يجوز شربه، والوضوء به، ولا يكره . هذا قول أكثر أهل العلم، من الصحابة، والتابعين, ومن بعدهم، إلا أبا حنيفة، فإنه كره الوضوء بسؤر الهر، فإن فعل أجزأه

“Liur kucing atau binatang yang lebih kecil darinya, seperti musang, tikus, atau binatang melata lainnya, statusnya suci. Kami tidak mengetahui adanya perselisihan dalam madzhab hambali, bahwa boleh minum air sisa minuman kucing, boleh juga berwudhu dengannya, dan tidak makruh. Inilah pendapat mayoritas ulama di kalangan sahabat, tabiin, dan ulama setelah mereka, kecuali Abu Hanifah. Beliau menilai makruh berwudhu dengan air sisa minuman kucing. Meskipun jika berwudhu dengan air itu, wudhunya tetap sah.” (Asy-Syarh al-Kabir, 1:312).
Dari keterangan di atas, dengan tegas kita dapat menyimpulkan bahwa liur kucing tidak najis.
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)

Senin, 22 Desember 2014

Bolehkah membeli produk promo natal dan menerima makanan acara natal ??

 Belanja promo natal

Pertanyaan:
Assalamu’alaykum Ustadz,
Menjelang perayaan natal ini banyak pusat perbelanjaan yang menawarkan diskon Dan promo produk dalam rangka merayakan natal. Produk yang dijual sebenarnya tidak berhubungan langsung dengan natal tetapi karena momen natal itu, maka harga menjadi lebih murah. Pertanyaan saya, bagaimana hukumnya secara syar’i apabila kita ikut membeli produk2 promo natal tersebut? Apakah itu mempengaruhi aqidah kita sebagai Muslim yang seharusnya baro’ dengan kaum non muslim dan perayaan mereka?
Fulan, Bumi Allah via Tanya Ustadz for Android

Jawaban:
Wa ‘alaikumums salam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Bermuamalah dengan orang non muslim termasuk tradisi yang makruf dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Mereka bermuamalah dengan orang yahudi di sekitar Madinah. Dan sebelumnya, kaum muslimin juga bermuamalah dengan masyarakat musyrikin Quraisy yang merupakan musuh besar mereka.
Imam al-Bukhari juga membuat judul bab,

باب الأسواق التي كانت في الجاهلية فتبايع بها الناس في الإسلام

Bab pasar-pasar di masa Jahiliyah, yang digunakan untuk jual beli masyarakat setelah datang islam.
Kemudian beliau membawa riwayat keterangan dari Ibnu Abbas,

كَانَتْ عُكَاظٌ وَمَجَنَّةُ وَذُو الْمَجَازِ أَسْوَاقًا فِى الْجَاهِلِيَّةِ ، فَلَمَّا كَانَ الإِسْلاَمُ تَأَثَّمُوا مِنَ التِّجَارَةِ فِيهَا ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ ( لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ ) فِى مَوَاسِمِ الْحَجِّ

Dulu, Ukadz, Majannah, dan Dzul Majaz adalah pasar-pasar di masa Jahiliyah. Setelah berkuasa, para sahabat merasa enggan untuk berdagang di sana. Kemudian Allah menurunkan firman-Nya, (yang artinya) ‘Tidak ada dosa bagi kalian…’ ketika musim haji. (HR. Bukhari 2098).

Promo Natal

Terdapat beberapa keterangan para ulama yang membolehkan bagi kaum muslimin untuk mendatangi pasar yang diselenggarakan orang kafir dalam rangka memeriahkan perayaan mereka.
Al-Khallal menyebutkan keterangan dari salah satu murid Imam Ahmad, yang bernama Muhanna, beliau mengatakan,

سألت أحمد عن شهود هذه الأعياد التي تكون عندنا بالشام، مثل: طور يانور ودير أيوب وأشباهه، يشهده المسلمون، يشهدون الأسواق، ويجلبون  الغنم فيه، والبقر، والدقيق والبر، والشعير، وغير ذلك، إلا أنه إنما يكون في الأسواق يشترون، ولا يدخلون عليهم بيعهم؟

‘Saya pernah bertanya kepada Imam Ahmad tentang hukum mendatangi beberapa perayaan (nasrani) yang ada di Syam, sepeti Thuryanur, atau Dir Ayub, atau semisalnya. Kaum muslimin ikut menyaksikannya dan mendatangi pasar yang digelar di perayaan itu. Mereka membawa kambing, sapi, tepung, gadum, dan barang lainnya. Mereka hanya mendatangi pasarnya, untuk jual beli, dan tidak masuk ke kuil nasrani.’
Jawaban Imam Ahmad,

إذا لم يدخلوا عليهم بيعهم، وإنما يشهدون السوق فلا بأس

Apabila mereka tidak sampai masuk ke kuil orang kafir, namun hanya datang ke pasarnya, tidak masalah. (Iqtidha as-Shirat al-Mustaqim, 1/517).
Membeli barang promo natal,  bukan termasuk membantu perayaan agama mereka.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Hukum Menerima Makanan acara Natal..?

Pertanyaan:
Bagaimana sikap kita jika tetangga kita memberikan makanan Natal pada tanggal 25 Desember? Apakah makanan tersebut kita buang, atau kita tolak, meskipun jika penolakan kita menyebabkan kesalahpahaman mereka terhadap kita? Jazaakumullah khairan.
Jawaban:
Alhamdulillah,
Pertama:
Dibolehkan bagi seorang muslim, menerima hadiah dari orang-orang kafir atau memberikan mereka hadiah. Khususnya jika mereka termasuk kerabat. Dalilnya adalah:
a. Dari Abu Humaid As-Sa’idy, dia berkata, ‘Kami berperang bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada perang Tabuk, lalu raja Ailah memberi hadiah kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam berupa baghlah putih, maka beliau mengenakan padanya burdah…” (HR. Bukhari, no. 2990)
b. Dari Katsir bin Abbas bin Abdul-Muththalib, dia berkata, ‘Abbas berkata, ‘Aku ikut perang Hunain bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, lalu aku dan Abu Sufyan bin Al-Harits bin Abdul-Muththalib selalu berada di samping Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sedangkan beliau menunggang baghlah putih, pemberian dari Farwah bin Nufasah Al-Juzami.’ (HR. Muslim, no. 1775)
Hal ini (menerima hadiah dari orang kafir) juga dilakukan para shahabat berdasarkan izin dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada masanya. Ibunya Asma –yang musyrik- mengunjungi puterinya, lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengizinkan Asma untuk menyambung hubungan dengannya. Juga terdapat riwayat bahwa Umar bin Khattab memberi hadiah berupa pakaian kepada saudaranya yang masih musyrik. Kedua riwayat tersebut terdapat dalam dua kitab shahih .
Kesimpulannya adalah bahwa dibolehkan bagi seorang muslim memberi hadiah kepada orang kafir dan menerima hadiah dari mereka.
Kedua:
Adapun tentang hadiah pada hari raya mereka, maka tidak dibolehkan memberinya kepada mereka, serta tidak boleh juga menerimanya dari mereka, karena hal tersebut berarti mengagungkan hari raya mereka dan pengakuan terhadapnya serta membantu kekufurannya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah, rahimahullah, berkata, Siapa yang memberikan hadiah kepada kaum muslim pada hari raya mereka, tidak seperti kebiasaannya atau waktu lainnya, selain hari raya tersebut, maka hadiahnya tidak diterima. Khususnya apabila hadiah tersebut digunakan untuk menyerupai mereka, seperti hadiah lilin dan semacamnya pada hari Natal, atau hadiah telor, susu, kambing dalam hari raya ‘Kamis kecil’ pada akhir puasa mereka.
Demikian pula tidak dibolehkan memberi hadiah kepada siapapun dari kalangan muslimin karena moment hari raya mereka, khususnya jika hal tersebut berupa sesuatu yang membuatnya menyerupai orang kafir sebagaimana telah kami sebutkan.
Begitu pulla tidak dibolehkan menjual kepada seorang muslim, sesuatu yang dapat membantunya untuk menyerupai orang kafir pada hari raya mereka, baik berupa makanan, pakaian dan semacamnya. Karena hal tersebut berarti membantu dalam kemungkaran. (Iqtidha Ash-Shiratal Mustaqim, hal. 227)

Beliau (Syaikhul Islam, Ibnu Taimiah) juga berkata, ‘Adapun seorang muslim menjual kepada orang kafir sesuatu yang dapat membantu mereka pada hari raya mereka, berupa makanan, pakaian, wewangian dan semacamnya atau menjadikannya sebagai hadiah kepada mereka, maka hal tersebut membantu mereka dalam hari raya mereka yang diharamkan. Kesimpulannya berlandaskan pada sebuah prinsip bahwa tidak boleh menjual anggur kepada orang kafir yang akan menjadikannya sebagai khamar. Demikian pula menjual senjata kepada orang yang akan memerangi kaum muslimin dengan senjata tersebut. (Iqtidha Ash-Shiratal Mustaqim, hal. 229)
Ibnu Al-Qoyim, rahimahullah berkata tentang hari raya Ahlul Kitab, ‘Sebagaimana halnya mereka tidak boleh menampakkannya, maka tidak boleh pula bagi kaum muslimin membantunya atau menghadirinya berdasarkan kesepakatan para ulama. Para fuqoha pengikut imam yang empat telah menegaskan dalam kitab-kitab mereka…. Kemudian Syaikhul Islam menyebutkan perkataan para imam dan pernyataan mereka yang melarang hal tersebut. (Ahkam Ahlizzimmah, 3/1245-1250). Perhatikan pula jawaban soal 12666.
Ketiga:
Tidak boleh bagi seorang muslim untuk menganggap remeh perkara agamanya, wajib baginya untuk menampakkan hukum-hukumnya. Bukankah mereka (orang kafir) telah mengumumkan agama mereka dan menampakkan syiar-syiarnya seperti hari raya mereka. Maka kitapun wajib menampakkan dan mengumumkan penolakan terhadap hadiah-hadiah mereka, dan tidak ikut menghadiri serta menolong mereka dalam hari raya mereka. Ini termasuk syiar agama mereka. Kita mohon, semoga Allah selalu memberi kita kejelasan tentang hukum agamanya dan memberi kita kekuatan untuk mengamalkannya dan teguh di jalannya.
Wallahu a’lam.
Sumber: Tanya dan Jawab islam-qa.com.

Jumat, 19 Desember 2014

Fatawa ulama tentang ucapan selamat natal

Mengucapkan Selamat Natal dan Merayakan Natal Bersama

Berikut adalah fatwa ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah, dari kumpulan risalah (tulisan) dan fatwa beliau (Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin), 3/28-29, no. 404.
Beliau rahimahullah pernah ditanya,
“Apa hukum mengucapkan selamat natal (Merry Christmas) pada orang kafir (Nashrani) dan bagaimana membalas ucapan mereka? Bolehkah kami menghadiri acara perayaan mereka (perayaan Natal)? Apakah seseorang berdosa jika dia melakukan hal-hal yang dimaksudkan tadi, tanpa maksud apa-apa? Orang tersebut melakukannya karena ingin bersikap ramah, karena malu, karena kondisi tertekan, atau karena berbagai alasan lainnya. Bolehkah kita tasyabbuh (menyerupai) mereka dalam perayaan ini?”
Beliau rahimahullah menjawab :
Memberi ucapan Selamat Natal atau mengucapkan selamat dalam hari raya mereka (dalam agama) yang lainnya pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca : ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya ‘Ahkamu Ahlidz Dzimmah’. Beliau rahimahullah mengatakan,
“Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.
Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.” –Demikian perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah-
Dari penjelasan di atas, maka dapat kita tangkap bahwa mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. Alasannya, ketika mengucapkan seperti ini berarti seseorang itu setuju dan ridho dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat. Meskipun mungkin seseorang tidak ridho dengan kekufuran itu sendiri, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridho terhadap syiar kekufuran atau memberi ucapan selamat pada syiar kekafiran lainnya karena Allah Ta’ala sendiri tidaklah meridhoi hal tersebut. Allah Ta’ala berfirman,

إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ

Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az Zumar [39] : 7)
Allah Ta’ala juga berfirman,

وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al Maidah [5] : 3)

[Apakah Perlu Membalas Ucapan Selamat Natal?]

Memberi ucapan selamat semacam ini pada mereka adalah sesuatu yang diharamkan, baik mereka adalah rekan bisnis ataukah tidak. Jika mereka mengucapkan selamat hari raya mereka pada kita, maka tidak perlu kita jawab karena itu bukanlah hari raya kita dan hari raya mereka sama sekali tidak diridhoi oleh Allah Ta’ala. Hari raya tersebut boleh jadi hari raya yang dibuat-buat oleh mereka (baca : bid’ah). Atau mungkin juga hari raya tersebut disyariatkan, namun setelah Islam datang, ajaran mereka dihapus dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ajaran Islam ini adalah ajaran untuk seluruh makhluk.
Mengenai agama Islam yang mulia ini, Allah Ta’ala sendiri berfirman,

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imron [3] : 85)

[Bagaimana Jika Menghadiri Perayaan Natal?]

Adapun seorang muslim memenuhi undangan perayaan hari raya mereka, maka ini diharamkan. Karena perbuatan semacam ini tentu saja lebih parah daripada cuma sekedar memberi ucapan selamat terhadap hari raya mereka. Menghadiri perayaan mereka juga bisa jadi menunjukkan bahwa kita ikut berserikat dalam mengadakan perayaan tersebut.

[Bagaimana Hukum Menyerupai Orang Nashrani dalam Merayakan Natal?]

Begitu pula diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan mengadakan pesta natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan (yang disimbolkan dengan ‘santa clause’ yang berseragam merah-putih, lalu membagi-bagikan hadiah, pen) atau sengaja meliburkan kerja (karena bertepatan dengan hari natal). Alasannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Iqtidho’ Ash Shirothil Mustaqim mengatakan,
“Menyerupai orang kafir dalam sebagian hari raya mereka bisa menyebabkan hati mereka merasa senang atas kebatilan yang mereka lakukan. Bisa jadi hal itu akan mendatangkan keuntungan pada mereka karena ini berarti memberi kesempatan pada mereka untuk menghinakan kaum muslimin.” -Demikian perkataan Syaikhul Islam-
Barangsiapa yang melakukan sebagian dari hal ini maka dia berdosa, baik dia melakukannya karena alasan ingin ramah dengan mereka, atau supaya ingin mengikat persahabatan, atau karena malu atau sebab lainnya. Perbuatan seperti ini termasuk cari muka (menjilat), namun agama Allah yang jadi korban. Ini juga akan menyebabkan hati orang kafir semakin kuat dan mereka akan semakin bangga dengan agama mereka.
Allah-lah tempat kita meminta. Semoga Allah memuliakan kaum muslimin dengan agama mereka. Semoga Allah memberikan keistiqomahan pada kita dalam agama ini. Semoga Allah menolong kaum muslimin atas musuh-musuh mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Kuat lagi Maha Mulia.

Hukum berkunjung Ke Tempat Orang Nashrani untuk Mengucapkan Selamat Natal pada Mereka

Fatwa Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah dari Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin, 3/29-30, no. 405.
Syaikh rahimahullah ditanya :
 Apakah diperbolehkan pergi ke tempat pastur (pendeta), lalu kita mengucapkan selamat hari raya dengan tujuan untuk menjaga hubungan atau melakukan kunjungan?
Beliau rahimahullah menjawab :
Tidak diperbolehkan seorang muslim pergi ke tempat seorang pun dari orang-orang kafir, lalu kedatangannya ke sana ingin mengucapkan selamat hari raya, walaupun itu dilakukan dengan tujuan agar terjalin hubungan atau sekedar memberi selamat (salam) padanya. Karena terdapat hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ
“Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashara dalam salam (ucapan selamat).” (HR. Muslim no. 2167)
Adapun dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkunjung ke tempat orang Yahudi yang sedang sakit ketika itu, ini dilakukan karena dulu ketika kecil, Yahudi tersebut pernah menjadi pembantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala Yahudi tersebut sakit, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya dengan maksud untuk menawarkannya masuk Islam. Akhirnya, Yahudi tersebut pun masuk Islam.
Bagaimana mungkin perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengunjungi seorang Yahudi untuk mengajaknya masuk Islam, kita samakan dengan orang yang bertandang ke non muslim untuk menyampaikan selamat hari raya untuk menjaga hubungan?! Tidaklah mungkin kita kiaskan seperti ini kecuali hal ini dilakukan oleh orang yang jahil dan pengikut hawa nafsu.

Bagaimana dengan merayakan Natal Bersama ?

Fatwa berikut adalah fatwa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi)  no. 8848.
Pertanyaan : 
Apakah seorang muslim diperbolehkan bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam perayaan Natal yang biasa dilaksanakan pada akhir bulan Desember? Di sekitar kami ada sebagian orang yang menyandarkan pada orang-orang yang dianggap berilmu bahwa mereka duduk di majelis orang Nashrani dalam perayaan mereka. Mereka mengatakan bahwa hal ini boleh-boleh saja. Apakah perkataan mereka semacam ini benar? Apakah ada dalil syar’i yang membolehkan hal ini?
Jawab :
Tidak boleh bagi kita bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam melaksanakan hari raya mereka, walaupun ada sebagian orang yang dikatakan berilmu melakukan semacam ini. Hal ini diharamkan karena dapat membuat mereka semakin bangga dengan jumlah mereka yang banyak. Di samping itu pula, hal ini  termasuk bentuk tolong menolong dalam berbuat dosa. Padahal Allah berfirman,

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al Maidah [5] : 2)
Semoga Allah memberi taufik pada kita. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, pengikut dan sahabatnya.
 Ketua Al Lajnah Ad Da’imah : Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz

Sumber artikel : 
Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal