TAUFIK-ABU IBRAHIM BLOG
Sabtu, 10 Juni 2017
Senin, 12 Oktober 2015
SHOLAT WAJIB DI JAM KERJA = KORUPSI WAKTU ?
Tanya
:
Assalamu’alaikum ustadz..mau tanya, sholat tepat waktu itu kan lebih utama daripada kesibukan pekerjaan. Sebagai buruh pabrik, waktu sholat saat istirahat saja. Terkadang saya bimbang mana yang harus didahulukan. Kalau sholat tepat waktu apakah sama dengan korupsi waktu dari perusahaan ? kalau sholat jam istirahat bagaimana ustadz..? mohon penjelasannya.
Assalamu’alaikum ustadz..mau tanya, sholat tepat waktu itu kan lebih utama daripada kesibukan pekerjaan. Sebagai buruh pabrik, waktu sholat saat istirahat saja. Terkadang saya bimbang mana yang harus didahulukan. Kalau sholat tepat waktu apakah sama dengan korupsi waktu dari perusahaan ? kalau sholat jam istirahat bagaimana ustadz..? mohon penjelasannya.
Jawab
:
Ust. Rochmad Supriyadi, Lc حفظه الله تعالى
Ust. Rochmad Supriyadi, Lc حفظه الله تعالى
Wa
‘alaikumussalam warohmatullah wa barokatuh.
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, tatkala di tanyakan tentang amalan yang
paling utama maka menjawab (yang artinya), “Sholat tepat waktunya.”
Jika
ia dapat meminta waktu untuk mengerjakan sholat kepada pihak yang terkait dari
perusahaan tersebut, ini adalah kebaikan. Jika tidak memungkinkan, dan terpaksa
mencuri waktu untuk sholat, maka ini tidak termasuk korupsi waktu. Sekiranya
mendapatkan hukuman jika menjalankan ibadah, maka sebaik nya ia mengundurkan
diri dari pekerjaannya.
Jika
antar waktu istirahat tidak terpaut jauh hingga keluar waktunya, maka boleh
mengerjakan nya. Akan tetapi tidak di jadikan rutinitas terlambat.
والله أعلم بالصواب
والله أعلم بالصواب
BBG Al Ilmu
Rabu, 18 Februari 2015
Orang yang masuk surga dan neraka, karena seekor lalat
Thariq bin Syihab رضي الله عنه menuturkan bahwa Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda:
دَخَلَ الْجَنَّةَ رَجُلٌ فِيْ ذُبَابٍ, وَدَخَلَ النَّارَ رَجُلٌ فِيْ ذُبَابٍ، قَالُوْا: وَكَيْفَ ذَلِكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: مَرَّ رَجُلاَنِ عَلَى قَوْمٍ لَهُمْ صَنَمٌ لاَ يَجُوْزُهُ أَحَدٌ حَتَّى يُقَرِّبَ لَهُ شَيْئًا، فَقَالُوْا لأَحَدِهِمَا: قَرِّبْ، قَالَ: لَيْسَ عِنْدِيْ شَيْءٌ أُقَرِّبُ، قَالُوْا لَهُ: قَرِّبْ وَلَوْ ذُبَابًا، فَقَرَّبَ ذُبَابًا فَخَلُّوْا سَبِيْلَهُ فَدَخَلَ النَّارَ، وَقَالُوْا لِلآخَرِ: قَرِّبْ، فَقَالَ: مَا كُنْتُ لأُقَرِّبَ ِلأحَدٍ شَيْئًا دُوْنَ اللهِ ، فَضَرَبُوْا عُنُقَهُ فَدَخَلَ الْجَنَّةَ
“Ada seseorang yang masuk surga karena seekor lalat, dan ada lagi yang masuk neraka karena seekor lalat pula, para sahabat bertanya: "bagaimana itu bisa terjadi ya Rasulullah? Rasul menjawab: “ada dua orang berjalan melewati sekelompok orang yang memiliki berhala, yang mana tidak boleh seorangpun melewatinya kecuali dengan mempersembahkan sembelihan binatang untuknya terlebih dahulu, maka mereka berkata kepada salah satu di antara kedua orang tadi: "persembahkanlah sesuatu untuknya! ia menjawab: "saya tidak mempunyai apapun yang akan saya persembahkan untuknya", mereka berkata lagi: persembahkan untuknya walaupun seekor lalat! maka iapun mempersembahkan untuknya seekor lalat, maka mereka lepaskan ia untuk meneruskan perjalanannya, dan iapun masuk ke dalam neraka karenanya, kemudian mereka berkata lagi kepada seseorang yang lain: persembahkalah untuknya sesuatu! ia menjawab: "aku tidak akan mempersembahkan sesuatu apapun untuk selain Allah, maka merekapun memenggal lehernya, dan iapun masuk ke dalam surga.” (HR. Ahmad).
Kandungan hadist :
1. Adanya kisah besar dalam hadits ini, yaitu kisah seekor lalat.
2. Masuknya orang tersebut ke dalam neraka dikarenakan mempersembahkan seekor lalat yang ia sendiri tidak sengaja berbuat demikian, tapi ia melakukan hal tersebut untuk melepaskan diri dari perlakuan buruk para pemuja berhala itu.
3. Mengetahui besarnya bahaya kemusyrikan dalam pandangan orang-orang mukmin, bagaimana ketabahan hatinya dalam menghadapi eksekusi hukuman mati dan penolakannya untuk memenuhi permintaan mereka, padahal mereka tidak meminta kecuali amalan lakhiriyah saja.
4. Orang yang masuk neraka dalam hadits ini adalah orang Islam, karena jika ia orang kafir, maka Rasulullah صلى الله عليه و سلم tidak akan bersabda: “ … masuk neraka karena sebab lalat ...”
5. Hadits ini merupakan suatu bukti bagi hadits shahih yang mengatakan:
الجَنَّةُ أَقْرَبُ إِلَى أَحَدِكُمْ مِنْ شِرَاكِ نَعْلِهِ وَالنَّارُ مِثْلُ ذَلِكَ
“Surga itu lebih dekat kepada seseorang dari pada tali sandalnya sendiri, dan neraka juga demikian.”
6. Mengetahui bahwa amalan hati adalah tolok ukur yang sangat penting, walaupun bagi para pemuja berhala.
Sumber :
KITAB TAUHID
MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB
Penerjemah : M. YUSUF HARUN, MA
Sabtu, 07 Februari 2015
APAKAH RASULULLAH SHALALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM TETAP HIDUP SETELAH WAFATNYA ?
Pertanyaan: Apakah Nabi صلى الله عليه و سلم tetap hidup di dalam kuburnya yang mulia dengan dikembalikan ruh ke dalam jasad dan tubuhnya seperti kehidupan duniawi yang hissi? Ataukah kehidupan di tempat yang tinggi dengan kehidupan ukhrawi alam barzakh tanpa ada taklif ?
Jawaban: Sesungguhnya Nabi kita Muhammad صلى الله عليه و سلم tetap hidup di kuburnya dengan kehidupan alam barzakh, beliau mendapatkan kenikmatan di kuburnya, sebagai imbalan amal perbuatannya yang agung lagi baik, yang beliau صلى الله عليه و سلم laksanakan di alam dunia. Ruhnya tidak kembali kepadanya agar menjadi hidup kembali sebagaimana di alam dunianya. Dan tidak berhubungan dengannya saat beliau di dalam kuburnya yang menjadikannya hidup seperti hidupnya di hari kiamat. Namun ia adalah kehidupan alam barzakh yang merupakan perantara (transit) di antara kehidupannya di dunia dan kehidupannya di hari kiamat. Dengan demikian bisa diketahui bahwa beliau telah wafat sebagaimana para pendahulunya dari para nabi dan yang lainnya. Firman Allah سبحان الله و تعلى:
Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad), maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal? (QS. Al-Anbiya`:34)
Dan firman-Nya:
Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Rabbmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan (QS. ar-Rahman:26-27)
Dan firman-Nya:
Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula). (QS. az-Zumar :30)
Dan ayat-ayat lainnya yang menunjukan bahwa Allah سبحان الله و تعلى telah mewafatkan beliau kepada-Nya, dan karena para sahabat telah memandikannya, mengkafaninya, menshalatkannya dan menguburnya .
Jika beliau masih hidup seperti kehidupan duniawi tentu mereka tidak melakukan seperti yang dilakukan kepada orang yang telah meninggal dunia. Dan Fathimah رضي الله عنها telah meminta harta warisan ayahnya karena dia telah meyakini bahwa bapaknya telah wafat, dan tidak ada seorang pun sahabat yang berbeda pendapat dalam hal ini. Bahkan Abu Bakar رضي الله عنه menjawab permintaan Fathimah rahiyallahu 'anha: "Bahwa para nabi tidak bisa diwaris."
Dan karena para sahabat telah berkumpul untuk memilih khalifah yang mengganti beliau untuk mengurus kaum muslimin, dan hal itu terlaksana dengan mengangkat Abu Bakar رضي الله عنه sebagai khalifah. Jika beliau صلى الله عليه و سلم masih hidup seperti di alam dunianya tentu mereka tidak melakukan hal itu. Maka hal itu merupakan ijma' (konsensus) mereka atas wafatnya beliau صلى الله عليه و سلم.
Dan sesungguhnya fitnah (kekacauan) dan persoalan dilematis yang terjadi di masa khalifah Utsman dan Ali رضي الله عنهما, serta berbagai peristiwa sebelum dan sesudahnya, mereka tidak pergi ke kubur beliau untuk musyawarah atau bertanya kepadanya agar bisa keluar dari kekacauan dan persoalan rumit serta jalan pemecahannya. Jika beliau masih hidup seperti kehidupannya di dunia tentu mereka tidak menyia-nyiakan hal itu, sementara mereka sangat membutuhkan orang yang menyelamatkan mereka dari tragedi yang mengelilingi mereka.
Adapun ruh beliau صلى الله عليه و سلم, maka ia berada di tempat tertinggi karena beliau adalah makhluk paling utama, dan Allah عزوجلّ memberikan kepadanya wasilah, yaitu kedudukan yang tinggi di surga.
Sumber :
Kondisi Nabi صلى الله عليه و سلم Setelah Wafatnya
حال النبي صلى الله عليه وسلم بعد وفاته
Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmu Dan Fatwa
Terjemah :Muhammad Iqbal A.Gazali
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
Jawaban: Sesungguhnya Nabi kita Muhammad صلى الله عليه و سلم tetap hidup di kuburnya dengan kehidupan alam barzakh, beliau mendapatkan kenikmatan di kuburnya, sebagai imbalan amal perbuatannya yang agung lagi baik, yang beliau صلى الله عليه و سلم laksanakan di alam dunia. Ruhnya tidak kembali kepadanya agar menjadi hidup kembali sebagaimana di alam dunianya. Dan tidak berhubungan dengannya saat beliau di dalam kuburnya yang menjadikannya hidup seperti hidupnya di hari kiamat. Namun ia adalah kehidupan alam barzakh yang merupakan perantara (transit) di antara kehidupannya di dunia dan kehidupannya di hari kiamat. Dengan demikian bisa diketahui bahwa beliau telah wafat sebagaimana para pendahulunya dari para nabi dan yang lainnya. Firman Allah سبحان الله و تعلى:
Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad), maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal? (QS. Al-Anbiya`:34)
Dan firman-Nya:
Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Rabbmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan (QS. ar-Rahman:26-27)
Dan firman-Nya:
Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula). (QS. az-Zumar :30)
Dan ayat-ayat lainnya yang menunjukan bahwa Allah سبحان الله و تعلى telah mewafatkan beliau kepada-Nya, dan karena para sahabat telah memandikannya, mengkafaninya, menshalatkannya dan menguburnya .
Jika beliau masih hidup seperti kehidupan duniawi tentu mereka tidak melakukan seperti yang dilakukan kepada orang yang telah meninggal dunia. Dan Fathimah رضي الله عنها telah meminta harta warisan ayahnya karena dia telah meyakini bahwa bapaknya telah wafat, dan tidak ada seorang pun sahabat yang berbeda pendapat dalam hal ini. Bahkan Abu Bakar رضي الله عنه menjawab permintaan Fathimah rahiyallahu 'anha: "Bahwa para nabi tidak bisa diwaris."
Dan karena para sahabat telah berkumpul untuk memilih khalifah yang mengganti beliau untuk mengurus kaum muslimin, dan hal itu terlaksana dengan mengangkat Abu Bakar رضي الله عنه sebagai khalifah. Jika beliau صلى الله عليه و سلم masih hidup seperti di alam dunianya tentu mereka tidak melakukan hal itu. Maka hal itu merupakan ijma' (konsensus) mereka atas wafatnya beliau صلى الله عليه و سلم.
Dan sesungguhnya fitnah (kekacauan) dan persoalan dilematis yang terjadi di masa khalifah Utsman dan Ali رضي الله عنهما, serta berbagai peristiwa sebelum dan sesudahnya, mereka tidak pergi ke kubur beliau untuk musyawarah atau bertanya kepadanya agar bisa keluar dari kekacauan dan persoalan rumit serta jalan pemecahannya. Jika beliau masih hidup seperti kehidupannya di dunia tentu mereka tidak menyia-nyiakan hal itu, sementara mereka sangat membutuhkan orang yang menyelamatkan mereka dari tragedi yang mengelilingi mereka.
Adapun ruh beliau صلى الله عليه و سلم, maka ia berada di tempat tertinggi karena beliau adalah makhluk paling utama, dan Allah عزوجلّ memberikan kepadanya wasilah, yaitu kedudukan yang tinggi di surga.
Sumber :
Kondisi Nabi صلى الله عليه و سلم Setelah Wafatnya
حال النبي صلى الله عليه وسلم بعد وفاته
Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmu Dan Fatwa
Terjemah :Muhammad Iqbal A.Gazali
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
ALLAH Maha Pengampun dan menerima taubat
APAKAH ALLAH MENERIMA TAUBAT SEORANG HAMBA, SETIAP KALI BERDOSA KEMBALI BERTAUBAT, MESKIPUN HAL ITU BERULANG KALI?
Sampai kapan Allah memaafkan hambaNya yang berdosa, kalau bertaubat dan beristigfar dari dosanya dan kembali melakukan dosa yang sama sekali lagi. Kemudian kembali (bertaubat), beristigfar dan berdosa setelah beberapa waktu dengan dosa yang sama dan begitulah. Maksud saya, apakah Allah Ta’ala mengampuninya atau hal itu termasuk tidak jujur kepada Allah Ta’ala. Apalagi kalau kembali lagi berbuat dosa dalam selang waktu sebentar akan tetapi dia tidak meninggalkan istigfar?
Alhamdulillah
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” Ali Imron: 135-136.
Ibnu Katsir rahimahullah berkomentar: “FimanNya ‘Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.’ Yakni mereka bertaubat dari dosanya dan kembali kepada Allah dalam waktu dekat dan tidak melanjutkan kemaksiatan dan senantiasa melepaskannya. Meskipun dosanya terulang dan mereka bertaubat (kembali).’ Tafsir Ibnu Katsir, 1/408.
عن أبي هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يقول : إِنَّ عَبْدًا أَصَابَ ذَنْبًا وَرُبَّمَا قَالَ أَذْنَبَ ذَنْبًا فَقَالَ رَبِّ أَذْنَبْتُ وَرُبَّمَا قَالَ أَصَبْتُ فَاغْفِرْ لِي فَقَالَ رَبُّهُ أَعَلِمَ عَبْدِي أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ غَفَرْتُ لِعَبْدِي ثُمَّ مَكَثَ مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ أَصَابَ ذَنْبًا أَوْ أَذْنَبَ ذَنْبًا فَقَالَ رَبِّ أَذْنَبْتُ أَوْ أَصَبْتُ آخَرَ فَاغْفِرْهُ فَقَالَ أَعَلِمَ عَبْدِي أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ غَفَرْتُ لِعَبْدِي ثُمَّ مَكَثَ مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ أَذْنَبَ ذَنْبًا وَرُبَّمَا قَالَ أَصَابَ ذَنْبًا قَالَ قَالَ رَبِّ أَصَبْتُ أَوْ قَالَ أَذْنَبْتُ آخَرَ فَاغْفِرْهُ لِي فَقَالَ أَعَلِمَ عَبْدِي أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ غَفَرْتُ لِعَبْدِي ثَلاثًا ....الحديث رواه البخاري (7507) ومسلم ( 2758
“Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu berkata, saya mendengar Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba berdosa terkadang mengucapkan terjerumus dalam dosa maka dia mengatakan, ‘Wahai Tuhanku, saya berdosa. Terkadang mengatakan, ‘Saya terkena (dosa). Maka ampunilah daku. Tuhannya mengatakan, Apakah hambaKu mengetahui kalau punya Tuhan yang mengampuni dosa dan dibawanya. Maka saya ampuni hambaKu. Kemudian diam masyaallah (waktu yang tidak diketahui) kamudian ditimpa dosa atau terjerumus dalam dosa, maka dia mengatakan, ‘Saya terkena (dosa) lagi. Maka ampunilah daku. Tuhannya mengatakan, Apakah hambaKu mengetahui kalau punya Tuhan yang mengampuni dosa dan dibawanya. Maka saya ampuni hambaKu. Kemudian diam masyaallah (waktu yang tidak diketahui) kamudian ditimpa dosa atau terjerumus dalam dosa, mengatakan, ‘Saya terkena (dosa) lagi. Maka ampunilah daku. Tuhannya mengatakan, Apakah hambaKu mengetahui kalau punya Tuhan yang mengampuni dosa dan dibawanya. Maka saya ampuni hambaKu. Kemudian diam masyaallah (waktu yang tidak diketahui) kamudian ditimpa dosa atau terjerumus dalam dosa, Terkadang mengatakan, ‘Saya terkena (dosa). Maka ampunilah daku. Tuhannya mengatakan, Apakah hambaKu mengetahui kalau punya Tuhan yang mengampuni dosa dan dibawanya. Maka saya ampuni hambaKu. Tiga kali.. Al-Hadits. HR. Bukhori, 7507 dan Muslim, 2758.
An-Nawawi rahimahullah membuat bab untuk hadits ini dengan mengatakan ‘Bab Diterima Taubat Dari Dosa-dosa, Meskipun Dosa-dosa dan Taubat terulang-ulang’.
Beliau mengatakan dalam penjelasannya, ‘Permasalahan ini telah (dijelaskan) pada permulaan kitab Taubah, hadits ini nampak dari sisi dalalahnya, bahwa meskipun dosa terulang seratus, seribu kalau atau lebih dan bertaubat setiap kali. Maka taubatnya diterima, gugur dosanya. Kalau dia bertaubat dari semua (dosa) dengan bertaubat sekali setelah semua (dosa) maka taubatnya sah.’ Syarh Muslim, 17/75.
Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah berkata, ‘Umar bin Abdul Azizi berkata, ‘Wahai manusia barangsiapa yang berkubang dalam dosa, maka beristigfarlah kepada Allah dan bertaubat. Kalau kembali (berdosa), maka memohonlah ampun kepada Allah dan bertaubat. Kalau kembali lagi, hendaknya beristigfar dan bertaubat. Karena sesungguhnya ia adalah kesalahan-kesalahan dibelitkan di pundak seseorang. Sesungguhnya kebinasaan ketika terus menerus (melakukannya).
Makna ini adalah bahwa seorang hamba seharusnya melakukan apa yang telah ditentukan dosa kepadanya. Sebagaimana sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:
كُتب على ابن آدم حظه من الزنا فهو مدرك ذلك لا محالة
“Ditetapkan kepada Bani Adam bagiannya dari zina, dia mendapatkan hal itu tidak dapat disangkalnya.’
Akan tetapi Allah menjadikan seorang hamba jalan keluar dari dosa. Dihapus dengan taubat dan istigfar. Kalau dilaksanakan, maka akan terlepas dari kejelekan dosa. Kalau terus menerus melakukan dosa (tanpa bertaubat) maka dia akan hancur.’ ‘Jami’ Ulum Wal Hikam,, 1/165.
Sebagaimana Allah Ta’ala marah dengan kemaksiatan dan diancam dengan dosa. Karesa sesungguhnya (Allah) tidak menyukai hamba-Nya yang putus asa dari Rahmat-Nya Azza Wajalla. Dia senang orang yang bermaksiat meminta ampunan-Nya dan bertaubat kepadaNya. Syetan berkeinginan kalau seseorang hamba jatuh dalam keputusasaan agar terhalangi dari taubat dan kembali (kepada-Nya).
Dikatakan kepada Hasan Al-Basri, ‘Apakah salah satu diantara kami tidak merasa malu dari Tuhan-Nya, memohon ampunan dari dosa-dosanya kemudian diulangi lagi, beristigfar kemudian diulangi lagi? Beliau mengatakan, ‘Syetan berharap kalau menang dari kamu semua dengan ini, maka jangan bosan dengan istigfar.
Disalin dari tanya jawab Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajid" APAKAH ALLAH MENERIMA TAUBAT SEORANG HAMBA, SETIAP KALI BERDOSA KEMBALI BERTAUBAT, MESKIPUN HAL ITU BERULANG KALI?"
Penterjemah: www.islamqa.info
Pengaturan: www.islamhouse.com
Selasa, 03 Februari 2015
Waktu dikabulkan doa dihari Jumat
Pertanyaan : Waktu terakhir dari shalat ashar di hari Jum’at, apakah merupakan waktu dikabulkan doa? Apakah seorang muslim harus berada di masjid pada waktu ini, demikian pula wanita di rumah?
Jawaban : Pendapat yang paling kuat tentang waktu dikabulkan doa pada hari Jum’at ada dua pendapat. Salah satunya adalah waktu setelah shalat ashar hingga terbenam matahari ketika orang yang duduk menunggu waktu shalat maghrib. Sama saja ia di masjid atau di rumahnya berdoa kepada Rabb -nya, sama saja ia laki-laki atau perempuan, maka ia sangat positif untuk dikabulkan. Akan tetapi laki-laki tidak boleh shalat maghrib di rumahnya dan tidak pula shalat lainnya kecuali karena alasan yang syar’i, sebagaimana sudah diketahui dari dalil-dalil syar’i.
Kedua: waktunya mulai dari duduknya imam di atas mimbar untuk menyampaikan khutbah Jum’at hingga selesai shalat. Berdoa di dua waktu ini sangat positif untuk dikabulkan.
Dua waktu ini adalah waktu yang paling kuat untuk dikabulkan doa berdasarkan hadits-hadits shahih yang menunjukkan atas hal itu. Dan saat dikabulkan doa ini juga diharapkan di waktu-waktu lainnya pada hari itu, dan karunia Allah Shubhanahu wa ta’alla Maha Luas.
Di antara waktu dikabulkan nya doa adalah disemua shalat fardhu dan sunnah yaitu saat sujud, berdasarkan sabda Nabi Muhammd Shalallahu ‘alaihi wa sallam:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوْا الدُّعَاءَ) رواه مسلم
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Posisi hamba yang paling dekat kepada Rabb-nya adalah saat sujud, maka perbanyaklah berdoa.” Dan Muslim meriwayatkan dalam shahihnya, dari Ibnu Abbas Rhadiyallahu’anha: sesungguhnya Nabi Muhammd Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (فَأَمَّا الرُّكُوْعُ فَعَظِّمُوْا فِيْهِ الرَّبَّ, وَأَمَّا السُّجُوْدُ فَاجْتَهِدُوْا في الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ) رواه مسلم
“Adapun ruku’ maka agungkanlah Rabb padanya, dan adapun sujud maka bersungguh-sungguhlah dalam berdoa maka mesti dikabulkan doamu.”
Syaikh Abdul Aziz bin Baz – Majalah Buhuth edisi 34 hal. 142-143.
Fadhilah Shalat berjama'ah dan berjalan ke Masjid
• Fadhilah berjalan menuju masjid serta shalat berjamaah di masjid.
1. Hadist Nabi صلى الله عليه و سلم:
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قاَلَ: قَالَ رَسُول اللَّهِ صلى الله عليه و سلم: (صَلاَةُ الْجَمِيْعِ تَزِيْدُ عَلىَ صَلاَتِهِ فِي بَيْتِهِ وَ صَلاَتِهَ فِي سُوْقِهِ خَمْساً وَعِشْرِيْنَ دَرَجَةً؛ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا تَوَضَّأَ، فَأَحْسَنَ، وَأَتَى الْمَسْجِدَ لاَ يُرِيْدُ إِلاَّ الصَّلاَةَ، لَمْ يَخْطُ خُطْوَةً إِلاَّ رَفَعَ اللهُ بِهَا دَرَجَةٌ، وَحُطَّ عَنْهُ خَطِيْئَةٌ، حَتىَّ يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ، وَإِذَا دَخَلَ اْلمَسْجِدَ كَانَ فِي الصَّلاَةِ مَا كَانَتِ تَحْبِسُهُ ، وَتُصَليِّ عَلَيْهِ اْلمَلاَئِكَةُ مَادَامَ فِي مَجْلِسِهِ الَّذِي يُصَليِّ فِيْهِ: اَللّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اَللّهُمَّ اْرحَمْهُ! مَا لَمْ يُحْدِثْ ِفيْهِ) مُتَّفَقٌ عَلَيهِ
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, ia berkata: “Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda:
“Shalat yang dilakukan oleh seseorang secara berjamaah dilipatgandakan baginya dari shalat yang dia lakukan di rumahnya dan di pasar sebanyak dua puluh lima kali lipat, karena sesungguhnya ketika dia berwudhu lalu menyempurnakan wudhunya kemudian keluar menuju masjid dengan tujuan hanya untuk melaksanakan shalat, maka tidaklah satu langkah yang ia langkahkan melainkan diangkat baginya satu derajat dan dihapuskan baginya satu kesalahan hingga dia memasuki masjid, dan apabila dia telah masuk masjid, maka dia dianggap sedang dalam shalat selama dirinya menunggu shalat, malaikatpun berdo'a baignya selama dia menetap di tempat tersebut: "Ya Allah ampunilah dia, ya Allah berikanlah rahmat kepadanya" selama dia tidak berhadas. Muttafaq ’alaih.
2. Hadist Nabi صلى الله عليه و سلم:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: (صَلاَةُ اْلجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ دَرَجَةً) مُتَّفَقٌ عَلَيهِ
Dari Ibnu Umar رضي الله عنه bahwa Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda:
“Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendiri sebanyak dua puluh tujuh derajat”. Muttafaq’alaih.
• Fadhilah orang yang datang ke masjid do'a pagi dan petang.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: (مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ أَوْ رَاحَ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُ فِي اْلجَنَّةِ نُزُلاً كُلَّمَا غَدَا أَوْ رَاحَ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, dari Nabi صلى الله عليه و سلم ia berkata:
“Siapa yang berangkat ke masjid di waktu pagi atau sore, Allah menyediakan baginya hidangan baginya di surga ketika ia berada di waktu pagi atau sore” Muttafaq ’alaih.
• Fadhilah datang menuju masjid dengan tenang dan khusyu'.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: سَمِعْتُ رَسُول اللَّهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: (إِذَا ثوب ِللصَّلاَةِ فَلاَ تَأْتُوْهَا وَأَنْتُمْ تَسْعَوْنَ، وَأْتُوْهَا وَعَلَيْكُمُ السَّكِيْنَةُ، فَمَا َأدْرَكْتُمْ َفَصَلُّوْا وَما فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوْا ، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا كَانَ يَعْمِدُ إِلَّى الصَّلاَةِ ، فَهُوَ فِي صَلاَةٍ) . مُتَّفَقٌ عَلَيهِ
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda:
“Bila iqamat untuk shalat telah dikumandangkan, janganlah mendatanginya dengan berlari tapi datangilah dengan berjalan, dan tetaplah tenang, maka ikutilah shalat pada raka’at yang kalian dapatkan sedangkan raka’at yang tertinggal sempurnakanlah karena sesungguhnya salah seorang kamu bila menunju shalat (masjid) berarti ia telah berada dalam keadaan shalat”. Muttafaq ’alaih.
Sumber :
Ringkasan Fiqih IslamSyaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri
Terjemah: Team Indonesia islamhouse.com
Editor: Eko Haryanto Abu Ziyad & Mohammad Latif. Lc
Langganan:
Postingan (Atom)